Thursday, November 29, 2007

MERETAS RUANG KOSONG


Oleh: Tubagus P. Svarajati*


Tanpa ‘ba-bi-bu’ dan zonder ‘koar-koar’ pula, enam anak muda memotret dan membuat video tentang kota Semarang. Karya-karyanya dipamerkan di ruang tengah kantor Yayasan Widya Mitra, Jalan Singosari II No. 12, Semarang. Pameran berlangsung pada 8—24 November 2007.

Modus ‘diam-diam’ itu terasa tak lazim di era komunikasi yang tak lagi bersekat sekarang ini. Kendati demikian, biarlah perkara itu menjadi PR bagi mereka. Yang terpenting ialah: apa saja yang menarik dari praktik kekaryaan para mahasiswa Universitas Diponegoro Semarang yang tergabung dalam unit kegiatan mahasiswa (UKM) Kronik Filmedia (KF) itu. Mereka: Damar Ardi Atmaja, Yuliansyah Ariawan, Ghita Kriska, Thommas Kurniawan, Lina Nurdiana, dan Bakti Buwono.

Mereka mengangkat tema dan sekaligus judul pameran: “The City”. Ini pokok yang menarik kendati merambah banyak topik. Kota, kita tahu, tak cuma sebagai tempat domisili, namun pula ruang berekspresi. Kota sekaligus adalah arena kontestasi beragam kepentingan yang melibatkan banyak stakeholders. Dengan begitu, tak ayal, ada yang terkalahkan. Ada pecundang di sana. Akan tetapi, ada pula yang dikonstruksi menjadi penanda kekuasaan.

Seperti itu pula kiranya yang disoroti oleh mereka berenam. Pameran Foto & Video “The City” menunjukkan banyak penanda-penjelas tentang fenomena ruang, tata kota, dan penduduknya yang bersambur-limbur dengan berbagai kepentingan hajat hidup mereka.

Terlepas dari karya-karya mereka yang, sejujurnya, terasa sederhana artistikanya, ajang kali ini menampilkan keberanian unjuk diri yang patut dihargai. Para mahasiswa itu berani tampil ke publik umum, bukan cuma di halaman kampus mereka saja. Mereka seperti hendak memecahkan kebekuan kreasi di kalangan mereka sendiri.

Jelas, selama sembilan tahun KF berdiri terhitung hanya beberapa biji karya mandiri dihasilkan. Selebihnya gerombolan mahasiswa (para intelektual muda calon penerus bangsa besar yang sedang morat-marit!) itu hanya puas sebagai pelaksana tugas dari sejumlah besar aktivitas dari luar. Popularitas KF hanya menunjukkan tanda nama yang kebesaran.

Kegiatan pameran ini juga menunjukkan rapor baik bagi YWM. Lembaga bernama lengkap Yayasan Persahabatan Indonesia-Belanda/Eropa “Widya Mitra” ini tak sekadar menjadi institusi steril. Tak banyak aktivitas dihasilkan dari lembaga dengan pendanaan dari Kerajaan Belanda itu. Tiga tahun terakhir – menempati ruang di Jalan Singosari II – praktis tidak banyak kegiatan penting meluncur dari sana.

Selama ini YWM – setali tiga uang dengan KF – jelas sekadar pelaksana tugas dari induk pendonornya. Tidak banyak aktivitas independen dan bernilai dalam konteks politik kebudayaan kita yang dihasilkan oleh para pengurusnya. Hemat saya, dengan improvisasi yang elegan, YWM mampu memberikan kontribusi kultural terhadap pengembangan seni-budaya kota pesisir ini. Hindarkan YWM sebagai arena klangenan kelas menengah tertentu saja.

Saya kira kegiatan pameran di atas sangat positif sebagai penanda awal dan inisiasi kelahiran ruang – ruang budaya dan ruang kreatif – dengan sumbangan pemikiran dan kreasi yang jelas. Tentu saja jika kita anggap YWM adalah ruang budaya dan KF sebagai ruang kreatif.

* pengamat seni rupa, tinggal di Semarang

Thursday, November 8, 2007

Wednesday, November 7, 2007

THE GOD WHO FINALLY WON OSCAR

Oleh : Damar Ardi


Tahun 2007 ini merupakan tahun yang terpenting bagi Martin Scorsese, karena akhirnya setelah sekian lama ia mendapatkan penghargaan Piala Oscar sebagai sutradara terbaik lewat film The Departed. Dia disebut-sebut sebagai salah satu legenda perfilman dunia selain Alfred Hitchcock, Orson Welles, Steven Spielberg, Stanley Kubrick, dan Francis Ford Coppola.

Martin Scorsese adalah seorang sutradara yang sarat pengalaman. Ia merupakan alumni dari jurusan sinema di New York University dan sempat menjadi dosen setelah dia lulus dengan nilai yang memuaskan. Film pertamanya berjudul Who’s That Knocking At My Room (1967). Pada tahun 1973 dia menelurkan Mean Street yang merupakan kerjasama pertamanya dengan Robert De Niro. Film ini memperkenalkan gaya khas Martin Scorsese seperti setting kota New York , tokoh kesepian yang bergelut dengan sisi gelap dalam dirinya dan adegan kekerasan yang brutal. Setahun kemudian dia menggarap tema feminis lewat Alice Doesn’t Live Here Anymore (1974) yang mengantarkan Ellen Burstyn meraih pilala Oscar sebagai Best Actress.

Pada tahun 1976 dia menelurkan Taxi Driver yang sering dianggap sebagai salah satu mahakaryanya. Film tersebut dibintangi oleh anak emasnya, Robert De Niro sebagai Travis Bickle dan Jodie Foster yang meraih Piala Oscar untuk kategori Best Supporting Actress. Setelah Taxi Driver, berturut-turut dia menghasilkan New York- New York (1977) dan Raging Bull (1980) yang mengantarkan Robert De Niro meraih Piala Oscar. Setelah itu ia mengeluarkan The King of Comedy (1983), After Hours (1985), dan The Color of Money (1986).

Salah satu karya kontroversial Martin Scorsese adalah The Last Temptation of Christ (1988) yang menggambarkan sisi manusiawi Yesus Kristus. Film tersebut sempat dicekal di berbagai negara. 2 tahun kemudian dia mengangkat tema mafia melaui salah satu masterpiece-nya yang berjudul Goodfellas. Film tersebut dianggap oleh banyak orang sebagai salah satu film mafia terbaik yang pernah ada selain The Godfather karya Francis Ford Coppola.

Setelah pada tahun 1991 menghasilkan karya remake Cape Fear, ia menelurkan film drama yang berjudul the Age of Innocence (1995) yang dibintangi oleh Daniel Day Lewis dan Michelle Pfeifer serta drama mafia yang berjudul Casino (1995). Setelah sempat gagal dengan Kundun (1997) dan Bringing Out The Dead (1999), ia meraih sukses lewat Gangs of New York (2002) dan The Aviator (2004) yang dibintangi oleh anak emasnya terbaru, Leonardo Di Caprio

Setelah sempat berulangkali gagal mendapatkan Oscar, walaupun dia sering mendapatkan nominasi Oscar, akhirnya tahun 2007 ia mendapatkan penghargaan bergengsi tersebut sebagai sutradara terbaik melalui The Departed. Uniknya, film tersebut merupakan remake dari film Hongkong yang berjudul Infernal Affairs. Padahal dulu dia sempat di cap gagal dalam me-remake film Cape Fear.

Banyak orang berpendapat bahwa Martin Scorsese harusnya berhasil menyabet Oscar sejak film Raging Bull (1980) dimana ia dinominasikan sebagai sutrdara terbaik. Selain Raging Bull, sutradara kelahiran 17 November 1942 juga dinominasikan dalam The Last Temptaion of Christ, Goodfellas, The Age of Innocence, Gangs of New York, dan The Aviator. Padahal semua penghargaan bergengsi selain Oscar pernah dia terima, seperti Golden Palm (Cannes Film Festival), Golden Globe, Venice Film Festival, BAFTA, dan bahkan Grammy Awards saat dia menggarap video klip Bob Dylan.